Kamis, 29 April 2010
Dodi Si Cookie Monster
Dodi (11 tahun) amat suka makan kue. Bangun tidur ngemil kue kering, pulang sekolah makan kue lagi. Selagi bermain, tak lupa mengantongi kue-kue yang selalu tersedia di rumah.
Aisyah (45) paham benar, Dodi butuh energi banyak. Pasalnya, anak bungsunya itu banyak polah dan gemar bermain dengan teman-temannya hingga beberapa kilometer jauhnya dari rumah. ''Masalahnya, dia itu Cookie Monster,'' keluh Aisyah. Antara kesal dan gemas, ia mengibaratkan sang anak dengan tokoh kartun Sesame Street yang gemar makan kue.
Aisyah sendiri cukup terheran-heran melihat kegemaran Dodi. Pasalnya, kata dia lagi, amat jarang anak laki-laki suka kue yang manis-manis itu. Maka Aisyah pun jadi prihatin terhadap asupan gizi yang meresap ke tubuh bocah lasak itu. Di rumah Aisyah memang selalu ada kue kalengan, kue-kue buatan rumahan yang dibeli di toko. Kue-kue itu sebenarnya bukan untuk Dodi, tapi untuk suguhan tamu. Maklumlah di rumah keluarga yang menghuni kawasan pinggiran kota Bekasi ini tak pernah sepi. Di rumahnya, Aisyah dan suami sama-sama menjalankan usaha yang melibatkan banyak tenaga kerja dan tamu.
Kata Aisyah, Dodi paling suka pagi hari. Mengapa? Sebab, itu saatnya kue-kue kalengan dikeluarkan, selotip penyegel kaleng dibuka. ''Dia yang makan pertama kali,'' ungkap ibu dua anak itu. Saking doyannya makan kue, bila dihitung-hitung, kata Aisyah, pengeluaran belanja terbanyak ada di kue-kue. Sebab, rata-rata sehari bisa habis satu kaleng kue. Menghadapi hal ini, ia mengaku kerap bingung. ''Saya baca-baca di majalah, kebanyakan makan makanan dari tepung bisa bikin anak banyak polah,'' katanya, ''Kebanyakan gula juga nggak bagus.''
Alhasil, di satu sisi ada kebutuhan menjamu banyak orang di sisi lain Aisyah ingin mengurangi konsumsi kue Dodi. Aisyah sebenarnya tak sekadar mengeluh, ia sudah berulang kali menasihati anaknya yang sudah duduk di kelas lima SD itu. Namun, nasihat itu terbukti bertahun-tahun gagal.
Pernah, ia mencoba mengubah strategi. Aisyah menyajikan lebih banyak buah-buahan dan kue. Hasilnya? Ia hanya menggeleng-gelengkan kepala. ''Yang banyak makan buah malah orang-orang saya,'' kata dia sambil menghela napas. Belum lagi, hitung punya hitung, strategi baru ini lebih mahal ketimbang yang lama.
Dengan terpaksa, Aisyah kembali 'menimbun' kue-kue kalengannya di gudang. ''Herannya, anak itu kok ya nggak ada nek (muak)-nya,'' ujarnya. Suatu hari, Aisyah kedatangan keluarganya dari Jakarta. Dari sang sepupu, ia belajar 'jurus' baru. Apa itu? ''Jangan melarang, tapi membatasi,'' ungkap Aisyah. Begini saran yang dinilainya cerdas itu. Setiap orang di rumah punya satu stoples kue, bukan kue kalengan. Masing-masing stoples diisi 90 kue kering untuk konsumsi satu bulan. Alhasil, setiap orang hanya bisa makan tiga buah kue per harinya.
''Saya minta pengertian semua orang di rumah, juga orang-orang saya,'' tutur Aisyah, ''Bukannya mau pelit, tapi ingin mendidik anak.'' Karena semua diperlakukan sama, mau tak mau Dodi setuju. Satu, dua, tiga hari, ia tampak uring-uringan. Bila kesal begitu, Aisyah menawarkan makanan lain yang ada di dapur: tahu goreng, singkong rebus, pisang, jeruk. Dengan terpaksa Dodi menyantap makanan yang tersedia.
Aisyah merasa lega. Apalagi setelah seminggu Dodi kembali ceria. ''Waktu itu saya pikir, 'Wah, akhirnya terbiasa juga,','' katanya. Namun, beberapa hari kemudian kening Aisyah kembali berkerut. Pasalnya, ia menemukan Dodi sedang asyik makan kue semprit. Padahal, setahunya kue itu bukan yang ada di stoples Dodi. Apa yang terjadi? ''Aku ngutang punya Mbak Tarti,'' jawab Dodi saat ditanya.
''Punya Dodi sendiri mana?'' kata Aisyah sambil menuju kamar Dodi. Di sana ia menemukan sebuah stoples kosong. ''Kok, dihabisin, kan belum habis bulan?''
Dodi tersenyum-senyum sambil menggeser-geser ujung ibu jari kakinya ke lantai. ''Aku ngutang dulu lima hari, terus lima lagi,'' katanya. Singkat kata, kue-kue dalam stoples Dodi sudah ludes dimakan 'di depan'. Sebab, ia melahap jatah lima hari dan lima hari berikutnya sekaligus./Aisyah lagi-lagi hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
(dikutip dari Republika, 2008)
foto theweirdofiles.blogspot.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar